REKRUTMEN ANGGOTA KPU PERLU LEBIH SELEKTIF
Komisi II DPR RI berharap ke depan rekrutmen anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dapat dilakukan dengan lebih selektif lagi. Hal ini untuk menghindari agar berbagai permasalahan yang terkait dengan pelaksanaan Pemilu 2009 tidak terulang lagi.
Demikian dikatakan salah seorang anggota Komisi II DPR Muslim saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Pakar Pemilu yang juga mantan Wakil Ketua KPU Ramelan Surbakti, Rabu (28/11) di gedung Nusantara DPR.
Selain dengan pakar Pemilu, Komisi II juga mengundang pakar dari LIPI dan Cetro, namun ke dua lembaga tersebut tidak hadir karena alasan tertentu.
Dalam rapat yang dipimpin Wakil Ketua Komisi II DPR Teguh Juwarno (F-PAN), lebih jauh Muslim mengatakan, banyak kalangan menilai Pemilu 2009 sebagai Pemilu yang terbobrok sepanjang pelaksanaan pesta demokrasi yang digelar setiap lima tahun sekali.
Kebobrokan itu dimulai dari proses rekrutmen, sampai pemilu itu berlangsung, semua ada permasalahan. Para anggota KPU itu juga dinilai sering tidak konsisten dengan aturan. Untuk itu, kata Muslim, perlu dibuat kriteria yang tepat dalam melakukan rekrutmen anggota KPU.
Senada dengan itu, anggota dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Masitah mengatakan, selain pelaksanaan yang amburadul, Pemilu 2009 juga merusak moral bangsa kita.
Hal ini ditandai dengan money politic dan kepastian calon legislatif yang tidak jelas, serta adanya intervensi dari dua lembaga yaitu Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung.
Adanya keputusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan penetapan caleg terpilih dari nomot urut menjadi suara terbanyak dinilai sangat lambat dikeluarkan, sehingga sosialisasi kepada masyarakat sangat sempit waktunya.
Seharusnya MK memberikan jeda waktu yang cukup saat mengeluarkan keputusan tersebut, sehingga sosialisasi kepada masyarakat dapat dilakukan lebih maksimal.
Selain masalah pelaksanaan Pemilu, anggota Komisi II DPR juga banyak menanyakan rencana pelaksanaan Pilkada secara serentak, sistem apa yang sebaiknya dipakai pada Pemilu mendatang, apakah sistem proporsional terbuka atau sistem distrik.
Menjawab pertanyaan Komisi II, Ramelan sependapat jika Pemilu 2009 dinilai amburadul. Sebetulnya, kata Ramelan, permasalahan itu datangnya bukan hanya setelah adanya keputusan dari MK maupun MA, tapi sebelum keputusan itu ada juga sudah timbul permasalahan-permasalahan. Yang terpenting pada pelaksanaan Pemilu mendatang, dalam melaksanakan Pemilu, KPU harus ada kepastian hukumnya.
Ramelan menambahkan, dengan adanya keputusan penetapan caleg terpilih berdasarkan suara terbanyak, hal yang terjadi adalah yang kampanye bukan partai tapi calon itu sendiri. Selain itu, yang berkompetisi bukan hanya antar partai, tapi kompetisi itu terjadi sesama calon dari partai tersebut.
Terkait dengan hal itu, upaya yang perlu dilakukan adalah merevisi UU Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilu. Diantaranya adalah masalah struktur KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Ramelan juga sependapat jika sebaiknya Pilkada dilakukan secara serentak. Hal ini mengingat efisiensi anggaran dan waktu yang dikeluarkan pemerintah di daerah. Selain itu, dengan adanya pelaksanaan Pilkada secara serentak, perhatian pemerintah daerah dapat lebih terfokus.
Namun dalam hal ini Ramelan mengusulkan, pelaksanaan itu jangan dilakukan di tahun 2010, tapi dia mengusulkan sebaiknya pelaksanaan itu secara bertahap di tahun 2011 dan 2013.
Perihal sistem Pemilu apa yang sebaiknya kita terapkan, menurut Ramelan sistem yang sebaiknya kita terapkan adalah sistem Pemilu proporsional dengan daftar calon terbuka.
Sistem ini akan tetap menjaga akuntabilitas, proporsional, kedekatan pemilih dan calon dapat terpelihara dengan baik,” kata Ramelan. (tt)